Wacana Pemerintah mengenai kenaikan harga BBM tanggal 1
April lalu yang di undur 6 bulan kedepan yaitu Oktober 2012 cukup menggemparkan
masyarakat Indonesia. Tidak hanya untuk masyarakat kalangan menengah ke bawah,
tapi juga masyarakat kalangan menengah ke atas. Karena BBM adalah kebutuhan seluruh
elemen masyarakat. Beragam tanggapan yang muncul dari masyarakat, mulai dari
pro pemerintah, kontra bahkan acuh tak acuh. Ratusan masyarakat dari berbagai
kalangan seperti petani, buruh, karyawan dan PNS mendemokan aspirasi mereka.
Tak mau kalah ribuan mahasiswa turun ke jalan dengan mengumandangkan “suara
rakyat suara mahasiswa”.
Berbagai argument yang telah sama-sama
didengar dan dibaca tentang pengaruh buruk kenaikan BBM terhadap perekonomian
rakyat, yang tidak hanya untuk pengguna kendaraan bermotor.
Sebagai ilustrasi. Saya butuh motor,
tetapi sampai saat ini saya belum bisa beli motor, sehingga kemana-mana
mengandalkan jalan kaki, sepeda, naik angkot kalau mendesak, dan lebih mendesak
lagi baru pinjam motor teman. Harga premium lebih murah dari harga beras.
Itupun, saya kurangi makan nasi per harinya karena beras mahal. Dan saya bukan
pegawai negeri maupun pegawai swasta, tetapi mahasiswa yang punya usaha jualan
kecil-kecilan. Ini berarti sebagai rakyat kecil saya juga merasakan dampak dari
kenaikan BBM, tapi harus tetap berpikir bagaimana mencari uang untuk bertahan
hidup, yaitu bekerja dan terus bekerja agar penghasilan bertambah.
Masyarakat Indonesia sudah terbiasa
dimanja, seperti subsidi BBM dan BLT. Bukannya tidak setuju, tapi kita telah
sama-sama melihat yang terjadi dilapangan. Pemberian BLT yang tidak efisien, tersangkut
oleh pemerintah bahkan dikomsumsi oleh pemerintah itu sendiri. Maksudnya penyelewengan
data penerima BLT. Bantuan Dana Langsung
Tunai ini sampai ke tangan warga setiap tiga bulan sekali. Pasti dapat tergambar
dalam pikiran jika rakyat harus menunggu uang tiga bulan sekali yang
dimaksudkan pemerintah untuk menolong perekonomian rakyat. BLT membuat rakyat
menggantungkan lebih dari separuh perekonomiannya kepada pemerintah.
Subsidi BBM yang “katanya” untuk
meringankan masyarakat, lebih dominan dinikmati oleh kalangan masyarakat
menengah ke atas. Sebagai ilustrasi, jumlah maksimal penumpang bus kota 26
orang, jika ditambah dengan yang tidak mematuhi aturan (berdiri di bus) bisa
menjadi 30 orang bahkan lebih. Jikalau supir bus mengisi separuh tangki
minyaknya sekitar 40 liter untuk 4kali perjalanan dibagi 26x4=104 orang adalah
0,38liter,
sebuah mobil pribadi Honda CR-V yang ditumpangi maksimal 6 orang (dan itupun
jarang terjadi) mengisi separuh tangki minyak sekitar 30 liter juga untuk 4
kali perjalanan dibagi 6x4=24 orang adalah 1,25 liter. Siapa yang di untungkan?
Cobalah bepikir jangka panjang.
Anggaran negara, daripada untuk subsidi BBM, lebih baik untuk memodernisasi
transportasi massal. Saat harga BBM yang tinggi, masyarakat akan merasa berat
menggunakan kendaraan pribadi, sehingga beralih ke transportasi massal yang modern.
Sehingga impor kendaraan pribadi pun berkurang, serta kemacetan lalu lintas
jarang terlihat.
Sebagai contoh: Jika kita ke Jepang,
jangan heran jika saat bertemu artis/pejabat negara naik angkutan umum, seperti
kereta listrik. Mengapa demikian? Karena harga BBM tinggi, harga kendaraan
pribadi tinggi, ditambah pajak kendaraan pribadi dan garasi juga super tinggi.
Namun, pemerintah Jepang memberikan timbal balik berupa modernisasi
transportasi massal, sehingga kenyamanan kendaraan benar-benar terasa, jadwal
terencana dan tepat waktu, akses ke berbagai tempat mudah, otomatis memicu
meningkatknya gairah bisnis.
Harusnya BBM itu naik hingga sesuai
harga keekonomiannya (tanpa subsidi) sehingga menjadi Rp. 9.018,00. Rp 6.000,00
masih murah. Kita memang pengekspor minyak, tetapi cadangan minyak Indonesia
hanya 3,7 miliar barel dengan konsumsi 1,4juta barel/hari, sedangkan kemampuan
produksi hanya 900 ribu barel/hari.
Merujuk kenegara maju, harga bensin di
Jepang $ 1,87/liter alias Rp. 17.765/liter. Namun, tunggu dulu. Harga mobil di
Jepang berlipat daripada di Indonesia. Belum lagi pajak kendaraan pribadi yg
super tinggi, plus pajak untuk garansi yang sangat tinggi. Tapi Jepang juga
negara mengimpor mobil terbesar di dunia.
Jika Pemerintah menaikkan harga BBM, sangat
bagus diiringi dengan harga naiknya kendaraan bermotor serta pajak dan asuransi
bagi penggunannya. uang subsidi yang biasa diberikan untuk masyarakat bisa
digunakan untuk pembangunan yang lain, tapi membrikan dampak positif bagi
masyarakat berupa fasilitas transportasi massal yang nyaman dan modern. Jadwal
teratur, tepat waktu, akses ke berbagai tempat mudah, dan lain-lain yang
intinya penumpang benar-benar dimanjakan jika menggunakan transportasi umum.
Masyarakat pun sadar untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, dan
mengutamakan kendaraan umum. Jalan kaki pun menjadi gaya hidup yang membudaya,
populsi tak meraja lela serta negeri surga Indonesia sehat kembali berjaya.
Maka, ketika pemerintah mau mencabut
subsidi BBM sehingga harga jual ke masyarakat naik, kita jangan buru-buru
protes. Negara tidak akan mampu memodernisasi fasilitas publik kalau ratusan
triliun hanya digunakan utk mensubsidi BBM yang langsung “habis dikonsumsi”
masyarakat. Itu namanya alokasi yang tidak produktif.
Tikel KA Ekonomi Jogja-Jakarta Rp. 35.000,00,
murah karena PT KA disubsidi pemerintah. Akan lebih murah dari peda menggunakan
kendaraan pribadi. Pelayanan PT KA meningkat tajam, sangat reformatif. KA
bersih, semua duduk, rokok dilarang, pedagang asongan dilarang, dan yang lain.
Beberapa hari yg lalu Direktur PT KA merasa merugi. Karena subsidi untuk PT K.A
menipis. Maka, jika tidak ada tambahan subsidi, PT KA berencana akan menurunkan
kualitas layanan terhad penumpang/mengurangi rute perjalanan sebanyak 20%. Ini
dikarenakan anggaran negara, ratusan triliun sudah dialokasikan utk hal
konsumtif itu tadi, “SUBSIDI BBM”.
Di kota tetangga Pekanbaru, tiket Bus
way Rp. 3.000,00 untuk 2 kali perjalanan (pulang pergi). Bus yang full AC,
tanpa asap rokok, pengamen dan tanpa berdesak-desakan tidak kalah nyaman dengan
kendaraan pribadi.
Pemerintah memberikan subsidi BBM, agar
harga jual ke rakyat di bawah harga keekonomiannya (Rp. 9.018), sehingga kita
hanya membeli ke SPBU Rp. 4.500,00. Akan tetapi, ini bukan kebijakan yg bagus,
karena membuat pemerintah menjadi “opportunity lost” untuk membangun
infrastruktur-infrastruktur produktif untuk rakyat jangka panjang, seperti
pengembangan transportasi massal semisal jalan tol, perluasan jaringan KA,
bandara, jembatan antar pulau, peningkatan pelayanan publik, dan yang lainnya.
Sebelum itu harus di dukung dengan Pemerintahan yang bersih dari KKN.
Ini juga langkah awal untuk membiasakan
masyarakat Indonesia tentang kenaikan minyak dunia.
Sebagai kaum intelektual muda, kita
harus berpikir jauh ke depan. Karena saat ini kita telah menjadi sorotan
masyarakat. Sebagai masyarakat yang berpendidikan juga harus bisa menjadi
contoh yang baik dan bermanfaat. Saat kita bisa menyakinkan lingkungan dengan
hal positif yang menguntungkan untuk masa depan, kenapa tidak. Banyak hal
positif dapat diambil dari kenaikan harga BMM.
tulisan ini lulus 11 besar seleksi penulisan esai tingakta perguruan tinggi
se sumatra barat:)
pamerrrr ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar